Hai, Sobat Makmur! Menjelang akhir tahun 2024, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS kembali melemah. Seperti dua sisi mata uang, pelemahan nilai tukar rupiah membawa dampak negatif dan positif terhadap sejumlah sektor. Dalam artikel kali ini, Makmur akan membahas mengenai pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS dan saham sektor mana saja yang terimbas dampak pelemahan rupiah. Ini dia penjelasannya!
Sebelum masuk ke pembahasan inti, ada baiknya kamu mengetahui terlebih dahulu faktor yang menyebabkan pelemahan nilai tukar rupiah akhir-akhir ini. Ada sejumlah faktor yang melemahkan nilai tukar rupiah, baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Dari dalam negeri, pasar cenderung wait and see menanti keputusan kebijakan suku bunga Bank Indonesia (BI). Mayoritas konsensus memperkirakan BI akan mempertahankan tingkat suku bunga acuan pada hasil rapat dewan gubernur (RDG) pekan ini. Data ekonomi yang rilis pada bulan ini juga mengecewakan, salah satunya data penjualan ritel (retail sales). Bank Indonesia (BI) mencatat proyeksi pertumbuhan penjualan eceran pada November 2024 sebesar 1,7% secara year-on-year (YOY), sedikit lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan Oktober yang mencapai 1,5% YOY. Namun, angka penjualan eceran di November masih lebih rendah dibandingkan dengan capaian pada Juli dan Agustus 2024 yang masing-masing mencapai 4,5% dan 5,8%. Data ini menunjukkan kondisi perekonomian yang sepenuhnya masih belum pulih. Sebab, data retail sales digunakan sebagai indikator pergerakan dan kecenderungan konsumsi masyarakat dari sisi penjualan sebagai salah satu indikator dini perkembangan perekonomian.
Sementara dari eksternal, bank sentral Amerika Serikat (AS) The Fed juga akan mengumumkan suku bunga acuan pada pekan ini. Pasar masih memperkirakan The Fed akan menurunkan suku bunga acuannya sebesar 25 basis points (bps). Ini mengacu pada data CME FedWatch, dimana peluang fed rate turun 25 bps menjadi 4,25%-4,5% mencapai 98%. Ada juga sentimen dari China, dimana data menunjukkan pertumbuhan ekspor dan impor Negeri Panda tersebut lebih rendah dari harapan, dan deflasi China bulan November yang lebih besar dari perkiraan. Hal ini meningkatkan kekhawatiran ekonomi China yang masih lemah.
Pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar dapat berdampak negatif pada beberapa sektor saham, terutama emiten yang bergantung pada bahan baku impor atau memiliki utang dalam denominasi valuta asing. Berikut sejumlah sektor yang terkena dampak negatif pelemahan nilai tukar rupiah.
1. Sektor Barang Konsumsi Non Siklikal (Non Cyclical)
Perusahaan di sektor ini memproduksi barang konsumsi primer seperti makanan dan minuman. Sektor barang konsumsi primer menjadi salah satu sektor yang paling terdampak pelemahan nilai tukar rupiah. Sebab, sebagian besar bahan baku barang konsumsi seperti gandum, gula, dan susu masih didatangkan dari pasar impor. Sementara itu, pelemahan rupiah bisa meningkatkan biaya impor, yang menekan margin keuntungan emiten. Untuk menyiasati kenaikan biaya atau harga bahan baku impor, perusahaan biasanya akan melakukan kenaikan harga produk. Nah, kenaikan harga produk ini bisa diteruskan ke konsumen. Jika ini terjadi, maka kenaikan harga barang akan menekan daya beli masyarakat. Di sisi lain, jika perusahaan tidak menaikkan harga jual, margin laba menjadi semakin tergerus dan akan mengganggu profitabilitas. Kondisi ini membuat saham sektor konsumsi cenderung tertekan selama rupiah melemah.
Beberapa saham yang berpotensi tertekan akibat pelemahan nilai tukar rupiah diantaranya PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR), PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP), PT Mayora Indah Tbk (MYOR), PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk (AMRT), dan PT Garudafood Putra Putri Jaya Tbk (GOOD).
2. Sektor Elektronik dan Otomotif
Sektor elektronik juga terkena dampak negatif pelemahan nilai tukar rupiah. Seperti yang Sobat Makmur ketahui, sebagian besar komponen yang digunakan oleh perusahaan elektronik dan otomotif masih didatangkan dari luar negeri. Ketika rupiah melemah, biaya impor komponen elektronik dan otomotif bisa meningkat signifikan. Hal ini menyebabkan kenaikan biaya produksi yang tidak selalu bisa diteruskan kepada konsumen, mengingat daya beli masyarakat bisa menurun akibat inflasi yang sering menyertai pelemahan rupiah. Dengan demikian, margin keuntungan perusahaan elektronik dapat tergerus, terutama untuk produk yang bersaing ketat di pasar domestic seperti produk gadget seperti gawai dan laptop maupun produk otomotif seperti mobil dan motor. Saham yang berpotensi dirugikan dari kondisi ini diantaranya PT Erajaya Swasembada Tbk (ERAA) yang bergerak di bidang distribusi dan ritel perangkat elektronik dan PT Astra International Tbk (ASII) yang merupakan emiten otomotif.
3. Sektor Farmasi
Sama seperti sektor barang konsumsi, emiten sektor farmasi sangat tergantung terhadap impor bahan baku. Pelemahan nilai tukar rupiah menyebabkan kenaikan harga bahan baku, yang dapat meningkatkan biaya produksi. Kondisi ini bisa menyebabkan margin laba emiten dapat menyusut jika emiten tidak menaikkan harga jual. Di sisi lain, perusahaan farmasi sulit menaikkan harga obat karena adanya regulasi pemerintah. Saham-saham seperti PT Kalbe Farma Tbk (KLBF), PT Kimia Farma Tbk (KAEF), PT Pyridam Farma Tbk (PYFA), PT Phapros Tbk (PEHA), dan PT Tempo Scan Pacific Tbk berpotensi tertekan akibat depresiasi rupiah.
Tak selamanya merugikan, pelemahan nilai tukar rupiah justru membawa angin segar bagi sejumlah sektor. Berikut sejumlah sektor yang berpotensi diuntungkan dari depresiasi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.
1. Sektor Pertambangan Batubara
Indonesia menjadi salah satu negara produsen batubara terbesar di dunia. Selain digunakan untuk keperluan dalam negeri, batubara hasil produksi perusahaan domestik juga diekspor ke sejumlah negara, seperti Filipina, China, India, Vietnam, dan Malaysia. Sektor tambang batubara diuntungkan dari pelemahan rupiah karena sebagian besar hasil produksinya diekspor dan dibayar dalam mata uang dolar AS. Dengan kondisi ini, pendapatan emiten akan meningkat ketika pendapatan dalam dolar AS dikonversi ke rupiah. Di sisi lain, biaya operasional emiten batubara lebih banyak dalam mata rupiah karena sebagian tambangnya beroperasi di dalam negeri. Sejumlah saham seperti PT Indo Tambangraya Megah Tbk (ADRO), PT Bayan Resources Tbk (BYAN), PT Alamtri Resources Indonesia Tbk (ADRO), PT Harum Energy Tbk (HRUM), PT Bumi Resources Tbk (BUMI), dan PT Bukit Asam Tbk (PTBA) akan diuntungkan dari pelemahan nilai tukar rupiah.
2. Sektor Perkebunan Sawit
Sama seperti sektor batubara, produk kelapa sawit mentah atau crude palm oil (CPO) sebagian besar diekspor dan dibayar dalam mata uang dolar AS. Pendapatan perusahaan akan meningkat dalam rupiah ketika nilai tukar melemah. Di sisi lain, biaya operasional, seperti tenaga kerja dan jasa pemeliharaan kebun umumnya dibayarkan dalam rupiah, sehingga mendukung margin laba menjadi lebih besar. Saham perusahaan CPO seperti PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI), PT Perusahaan Perkebunan London Sumatra Indonesia Tbk (LSIP), PT Sinar Mas Agro Resources and Technology Tbk (SMAR), dan PT Sampoerna Agro Tbk (SGRO) akan diuntungkan dengan kondisi pelemahan rupiah.
3. Sektor Tambang Logam dan Mineral
Hasil tambang logam, seperti nikel, emas, perak, dan tembaga banyak diekspor ke luar negeri. Tentu, pelemahan nilai tukar rupiah bisa mendorong pendapatan dalam dolar AS meningkat ketika dikonversi ke mata nilai rupiah. Selain itu, kinerja sektor tambang logam juga disokong kenaikan permintaan global untuk logam, terutama dari industri kendaraan listrik. Perusahaan seperti PT Aneka Tambang Tbk (ANTM), PT Bumi Resources Minerals Tbk (BRMS), PT Vale Indonesia Tbk (INCO), dan PT Amman Mineral Internasional Tbk (AMMN) akan meraup untung ketika rupiah melemah.
Nah Sobat Makmur, itu dia beberapa sektor yang terdampak langsung dari pelemahan nilai tukar rupiah. Sektor-sektor yang bergantung pada impor cenderung mengalami tekanan pada margin keuntungan. Sebaliknya, sektor yang berorientasi ekspor justru diuntungkan. Menyikapi hal ini, kamu perlu mencermati peluang dan risiko yang timbul di setiap sektor untuk mengoptimalkan portofolio. Dengan strategi yang tepat, pelemahan rupiah bisa menjadi momen untuk mengidentifikasi sektor potensial yang sesuai dengan dinamika pasar.
Kamu bisa memilih reksa dana saham yang memiliki alokasi besar di saham yang diuntungkan dari pelemahan rupiah seperti sektor tambang, energi, dan tambang logam. Sejumlah reksa dana saham favorit Nasabah Makmur yang bisa kamu pertimbangakan antara lain Sucorinvest Equity Fund, Sucorinvest Maxi Fund, BNI-AM IDX Sharia Growth Kelas R1, dan TRIM Syariah Saham.
Jika kamu berinvestasi di reksa dana saham, kamu tidak perlu sibuk memantau naik turunnya harga saham setiap saat. Sebab, manajer investasi (MI) akan mengelola dana investasimu secara profesional demi mencapai hasil yang optimal. Kamu hanya perlu memantau perkembangan portofolio investasi di reksa dana saham yang sudah kamu pilih secara berkala. Hal ini berbeda dengan membeli saham secara langsung, dimana kamu perlu memperhatikan pergerakan harga saham di pasar secara aktif untuk memaksimalkan keuntungan.
Pastikan kamu berinvestasi di Makmur, yang merupakan platform aplikasi reksa dana berizin resmi sebagai Agen Penjual Efek Reksa Dana (APERD) dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Dana investasi kamu dijamin tetap tersimpan aman di bank kustodian.
Di Makmur, investor bisa memilih lebih dari 100 produk reksa dana pilihan, baik itu reksa dana pendapatan tetap, reksa dana saham, reksa dana pasar uang, maupun reksa dana campuran. Sobat Makmur juga bisa memaksimalkan kinerja portofolio dengan memanfaatkan sejumlah promo dari Makmur seperti promo December Wealth, promo Semua Bisa Makmur, dan promo Semakin Makmur.
Kamu juga bisa memanfaatkan promo-promo Makmur yang tertera pada link di bawah ini untuk mendapatkan keuntungan tambahan dan menemani perjalanan investasimu dalam mencapai tujuan finansial di masa depan.
Link: Promo-Promo di Makmur
Yuk, unduh aplikasi Makmur melalui link di bawah ini dan jangan lupa berikan ulasan terbaikmu.
Perlu diketahui, selain melalui ponsel, kamu juga dapat menggunakan aplikasi Makmur melalui situs web jika ingin berinvestasi menggunakan laptop atau komputer. Silakan klik link di bawah ini untuk informasi lebih lanjut.
Kamu juga dapat menambah wawasan dengan membaca informasi atau artikel menarik di situs web Makmur. Silakan klik link berikut:
Website: Makmur.id
Editor: Benrik Anthony (bersertifikasi WAPERD dan WMI)
Penulis: Akhmad Sadewa Suryahadi
Hai, Sobat Makmur! Nilai tukar rupiah tidak hanya menggambarkan stabilitas ekonomi nasional, tetapi juga menunjukkan bagaimana investor global menilai kekuatan fundamental domestik. Dalam beberapa waktu terakhir, rupiah menunjukkan tren pelemahan terhadap United States Dollar (USD), yang tentu perlu dicermati oleh para investor, khususnya dari sisi manajemen risiko nilai tukar. Di artikel ini, Makmur akan mengulas […]
Hai, Sobat Makmur! Pasar keuangan Indonesia sedang mengalami pergerakan yang fluktuatif. Di tengah tekanan global dan ketidakpastian suku bunga, investor asing melakukan aksi jual besar-besaran di pasar saham dan instrumen jangka pendek. Namun menariknya, investor asing tetap berinvestasi pada obligasi pemerintah. Fenomena ini menyimpan banyak insight penting, khususnya buat kamu yang ingin tetap cermat menghadapi […]
Hai, Sobat Makmur! Perekonomian Indonesia memang masih menunjukkan pertumbuhan, tapi ada sinyal penting yang perlu kita cermati. Asian Development Bank (ADB) memproyeksikan perekonomian Indonesia melambat tahun ini. Salah satu penyebabnya dari tekanan pada kelas menengah, yang selama ini jadi penopang utama ekonomi nasional. Pada artikel ini, Makmur akan mengajak kamu memahami lebih dalam apa yang […]
Hai, Sobat Makmur! Dalam beberapa waktu terakhir, minat masyarakat dalam berinvestasi emas menunjukkan peningkatan yang signifikan. Hal ini tercermin dari antrean panjang di berbagai gerai penjualan logam mulia. Emas menjadi pilihan karena pergerakan harganya yang relatif stabil dan cenderung meningkat dalam jangka panjang, sehingga dapat dijadikan sebagai aset pelindung nilai (safe haven). Namun, emas tentu […]
Hai, Sobat Makmur! Setelah libur Lebaran, pasar saham Indonesia kembali dibuka dengan pergerakan yang volatile. Meskipun IHSG berhasil menguat, investor asing justru terus melanjutkan aksi jualnya. Di saat yang sama, rupiah juga mengalami tekanan akibat ketidakpastian global dan gejolak geopolitik. Kondisi ini membuat investor mempertimbangkan kembali posisi saham apakah masih relevan untuk dipertahankan, atau saatnya […]
Hai, Sobat Makmur! Morgan Stanley Capital International (MSCI) baru saja mengumumkan bahwa tiga saham milik Grup Barito, yakni PT Barito Renewables Energy Tbk (BREN), PT Petrindo Jaya Kreasi Tbk (CUAN), dan Petrosea Tbk (PTRO), tidak masuk dalam proses review untuk penyesuaian indeks MSCI Global Standard pada periode Mei 2025. Kabar ini tentu menjadi perhatian pasar, […]