Hai, Sobat Makmur! Ada banyak faktor yang menjadi pertimbangan sebelum memutuskan berinvestasi. Banyaknya pertimbangan terkadang membuat seseorang menunda untuk berinvestasi, sehingga melewatkan potensi keuntungan yang ada. Pada artikel kali ini, Makmur akan mengajak kamu untuk mengenal apa itu cost of delay, yakni biaya yang muncul akibat menunda keputusan berinvestasi. Yuk, disimak!
Secara umum, cost of delay berarti biaya penundaan. Jika dijelaskan dalam dunia investasi, cost of delay berarti biaya atau potensi kerugian yang muncul ketika kamu semakin lama menunda untuk berinvestasi. Dalam artian, semakin lama penundaan yang dilakukan, maka semakin rendah pula potensi keuntungan yang bisa kamu dapatkan dibandingkan dengan berinvestasi sejak dini. Cost of delay bisa terjadi dalam bentuk peluang/potensi keuntungan yang hilang, kenaikan biaya investasi, atau bahkan kerugian finansial langsung.
Kebiasaan menunda berinvestasi bisa menyebabkan kamu kehilangan kesempatan untuk membeli aset pada harga yang lebih murah. Sebab, kamu berisiko membeli aset pada harga yang lebih mahal jika terus menunda untuk berinvestasi karena harga aset investasi mengalami kenaikan setiap tahunnya. Akibatnya, keuntungan yang kamu dapatkan menjadi tak maksimal.
Misalkan, kamu memiliki dana tabungan Rp20.000.000 dan memiliki kemampuan menyisihkan tabungan Rp1.000.000 setiap bulannya. Akan tetapi, karena masih ragu-ragu dan mempertimbangkan banyak hal, kamu terus menunda untuk berinvestasi dan mengendapkan dana milikmu. Padahal, jika dana tersebut kamu tempatkan di instrumen investasi yang tepat, kamu berpotensi mendapatkan keuntungan dari return atau imbal hasil.
Contohnya, jika kamu menempatkan danamu tadi di reksa dana Insight Renewable Energy Fund dengan return 6,89% dalam 1 tahun (per 25 September 2024). Jika kamu menempatkan dana Rp20.000.000 dan rutin menabung Rp1.000.0000 per bulan di reksa dana ini, maka dalam setahun danamu akan bertumbuh menjadi Rp32.754.471 atau naik 5,66%.
Cost of delay bisa terjadi karena investor cenderung untuk menunda-nunda berinvestasi. Perilaku menunda investasi ini bisa disebabkan oleh beberapa faktor.
1. Ketidakpastian Pasar
Sentimen perekonomian, baik nasional dan global menjadi salah satu aspek penting dalam dunia investasi. Dalam kondisi perekonomian yang bergejolak, kamu cenderung akan melakukan wait and see terlebih dahulu sampai kondisi perekonomian stabil. Selain ketidakpastian ekonomi, sejumlah sentimen yang biasanya menimbulkan sikap wait and see diantaranya pemilihan umum presiden dan suksesi kepemimpinan, kejadian luar biasa seperti pandemi Covid-19, hingga tensi geopolitik antar negara besar seperti China dan Amerika Serikat (AS).
2. Faktor Psikologis
Selain faktor eksternal, faktor internal yakni faktor psikologis investor juga bisa menimbulkan cost of delay. Dalam hal ini, kamu terlalu bersikap berhati-hati atau takut mengambil risiko sehingga membuat kamu sering kali melewatkan kesempatan investasi yang baik. Cara paling tepat mengatasi hal ini adalah dengan mengidentifikasi profil risiko (risk profile) terlebih dahulu. Profil risiko berfungsi untuk mengidentifikasi sejauh mana kamu dapat menerima potensi kerugian. Jika kamu adalah tipe investor konservatif, maka kamu bisa memilih reksa dana pasar uang. Sebab, seluruh portofolio dari reksa dana pasar uang diinvestasikan ke aset yang memiliki volatilitas rendah, seperti Surat Utang Negara (SUN), Sertifikat Bank Indonesia (SBI), dan sejenisnya yang jatuh temponya kurang dari satu tahun. Jika kamu tipe investor yang moderat, kamu bisa memilih reksa dana pendapatan tetap. Reksa dana ini dikenal bisa memberikan return yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan instrumen lain namun dengan risiko yang moderat. Terakhir, jika kamu adalah tipe yang bisa mengambil risiko (risk taker), kamu bisa memilih reksa dana saham. Mayoritas portofolio reksa dana ini berbentuk saham yang dikenal memiliki risiko yang tinggi, namun dibarengi dengan potensi yang tinggi juga (high risk high return).
3. Keterbatasan Dana
Dana atau modal terkadang menjadi salah satu faktor penghambat dalam berinvestasi. Sebab, besaran modal akan menentukan jenis dan besaran (kuantitas) instrumen yang akan kamu beli. Akan tetapi, kamu tak perlu khawatir, sebab kini berinvestasi tak membutuhkan modal yang besar. Di Makmur, kamu bisa menemukan reksa dana terbaik yang bisa dibeli hanya dengan modal awal Rp10.000. Beberapa reksa dana berkinerja baik yang bisa kamu beli dengan modal Rp10.000 diantaranya reksa dana Capital Fixed Income Fund, STAR Stable Income Fund, dan Trimegah Balanced Absolute Strategy Low Volatility.
Nah Sobat Makmur, setelah membaca artikel tersebut, pastinya kamu akan semakin yakin untuk berinvestasi dan tidak akan menunda keputusan investasi lagi ke depannya. Yang terpenting, pastikan kamu membeli reksa dana terbaik di platform terpercaya seperti Makmur. Selain aman dan dijamin oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK), kamu bisa menggunakan sejumlah promo menarik untuk memaksimalkan kinerja portofoliomu seperti promo Superb September 2024, promo Semua Bisa Makmur, dan promo Semakin Makmur.
Kamu juga bisa memanfaatkan promo-promo Makmur yang tertera pada link di bawah ini untuk mendapatkan keuntungan tambahan dan menemani perjalanan investasimu dalam mencapai tujuan finansial di masa depan.
Link: Promo-Promo di Makmur
Yuk, unduh aplikasi Makmur melalui link di bawah ini dan jangan lupa berikan ulasan terbaikmu.
Perlu diketahui, selain melalui ponsel, kamu juga dapat menggunakan aplikasi Makmur melalui situs web jika ingin berinvestasi menggunakan laptop atau komputer. Silakan klik link di bawah ini untuk informasi lebih lanjut.
Kamu juga dapat menambah wawasan dengan membaca informasi atau artikel menarik di situs web Makmur. Silakan klik link berikut:
Website: Makmur.id
Editor: Benrik Anthony (bersertifikasi WAPERD dan WMI)
Penulis: Akhmad Sadewa Suryahadi
Hai, Sobat Makmur! Dividen menjadi salah satu daya tarik investasi bagi banyak investor, terutama bagi investor yang menginginkan pendapatan dari dividen. Namun, saat ini terdapat tren penurunan jumlah emiten yang membagikan dividen. Pada kuartal I-2024, terdapat 16 emiten yang membagikan dividen, namun hanya 7 emiten yang memberikan dividen pada kuartal I-2025. Dalam artikel ini, Makmur […]
Hai, Sobat Makmur! Kabar menarik datang dari dunia investasi nasional. Ray Dalio, pendiri Bridgewater Associates sekaligus salah satu tokoh paling berpengaruh di dunia investasi, kini resmi ditunjuk sebagai dewan penasihat investasi Badan Pengelola Investasi (BPI) Daya Anagata Nusantara (Danantara). Penunjukan ini bukan hanya langkah strategis bagi Indonesia, tetapi juga mempertegas komitmen negara dalam memperkuat posisinya […]
Hai, Sobat Makmur! Nilai tukar rupiah tidak hanya menggambarkan stabilitas ekonomi nasional, tetapi juga menunjukkan bagaimana investor global menilai kekuatan fundamental domestik. Dalam beberapa waktu terakhir, rupiah menunjukkan tren pelemahan terhadap United States Dollar (USD), yang tentu perlu dicermati oleh para investor, khususnya dari sisi manajemen risiko nilai tukar. Di artikel ini, Makmur akan mengulas […]
Hai, Sobat Makmur! Pasar keuangan Indonesia sedang mengalami pergerakan yang fluktuatif. Di tengah tekanan global dan ketidakpastian suku bunga, investor asing melakukan aksi jual besar-besaran di pasar saham dan instrumen jangka pendek. Namun menariknya, investor asing tetap berinvestasi pada obligasi pemerintah. Fenomena ini menyimpan banyak insight penting, khususnya buat kamu yang ingin tetap cermat menghadapi […]
Hai, Sobat Makmur! Dalam beberapa waktu terakhir, minat masyarakat dalam berinvestasi emas menunjukkan peningkatan yang signifikan. Hal ini tercermin dari antrean panjang di berbagai gerai penjualan logam mulia. Emas menjadi pilihan karena pergerakan harganya yang relatif stabil dan cenderung meningkat dalam jangka panjang, sehingga dapat dijadikan sebagai aset pelindung nilai (safe haven). Namun, emas tentu […]
Hai, Sobat Makmur! Setelah libur Lebaran, pasar saham Indonesia kembali dibuka dengan pergerakan yang volatile. Meskipun IHSG berhasil menguat, investor asing justru terus melanjutkan aksi jualnya. Di saat yang sama, rupiah juga mengalami tekanan akibat ketidakpastian global dan gejolak geopolitik. Kondisi ini membuat investor mempertimbangkan kembali posisi saham apakah masih relevan untuk dipertahankan, atau saatnya […]